Saturday, February 25, 2012

Moratorium: Mengapa Harus Menjadi PNS?

Akhir-akhir ini perbincangan sepuratan Moratorium (penghentian sementara) penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi isu hangat diperbincangkan dikalangan masyarakat. Pemerintah secara resmi telah mengeluarkan surat keputusan bersama tiga menteri (SKB) pada 24/08 dan SKB ini berlaku sejak 1 September 2011 hingga 31 Desember 2012 (baca : Moratorium).
  Munculnya moratorium ini tak lain dan tak bukan adalah untuk menghemat biaya belanja negara, Karena APBN dan APBD ternyata selama ini banyak tersedot untuk perekrutan pegawai baru (birokrasi). Adanya kabar moratorium penerimaan PNS ini pun sepertinya bak petir disiang bolong mengejutkan publik di sentara nusantara ini, tak terkeculai para pencari kerja yang selama ini mengimpikan untuk menjadi PNS dan sekarang harus mengurungkan niatnya paling tidak untuk 2 tahun ini.  

Di satu sisi memang tidak bisa kita pungkiri bahwa animo masyarakat sangat tinggi untuk menjadi PNS. Setidaknya ini bisa kita lihat bahwa tidak adanya keseimbangan antara pelamar dengan formasi yang tersedia setiap dilakukannya rekrutmen. Namun walapun begitu tidak menyurutkan semangat kuat orang untuk terus ikut bersaing dalam memperebutkan kursi empuk PNS. Fenomena ini lah yang selalu membayangi ketika tes CPNS di buka oleh pemerintah.  Lantas mengapa demikian? Banyak orang mendambakan untuk bisa menjadi PNS?

Kultur Masyarakat
Tingginya minat orang untuk menjadi PNS di sebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, Bagi mereka yang berlomba menjadi abdi Negara tersebut berpikiran ketika berprofesi sebagai PNS maka hidup akan enak, menyenangkan dan ada jaminan hidup yang layak, selain itu juga ada jaminan hari tua sedangkan kalau berprofesi diluar itu dianggap tidak menjamin. Faktor tersebut membuat orang berbondong-bondong untuk melamar jadi PNS, bahkan rela menjadi tenaga honorer dengan harapan suatu saat diangkat menjadi PNS.  

Kedua, faktor buyada yang tumbuh dan berkembang didalam kehidupan masyarakat selama ini (culture societ)y, artinya di dalam kehidupan masyarakat ada anggapan bahwa menjadi PNS itu mempunyai prestise yang tinggi bila dibandingkan dengan menggeluti profesi yang lain, budaya seperti ini lah mengakar kuat didalam masyarakat kita hingga sekarang, apalagi pada masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan.

Ketika menjadi PNS orang akan merasa sukses dalam hidup, merasa tinggi status sosialnya,  terhormat dan tersanjung di dalam masyarakat sekalipun orang itu hanya sebagai pegawai negeri rendahan dan gajinya juga pas-pasan. Sebaliknya orang akan menganggap rendah dan remeh serta gagal kalau profesi seseorang itu hanyalah sebagai tukang jual bubur atau gado-gado di emperan kaki lima, padahal sebenarnya pendapatannya lebih besar dari pada seorang pegawai negeri.

Kuatnya mindset yang terbentuk dengan anggapan status sosial PNS lebih tinggi bila dibandingkan dengan tukang jual bubur di emperan trotoar memperlihatkan kepada kita kalau masyarakat kita hari ini masih berkutat dalam cengkeraman budaya feodalismenya. Faktor tersebut membuat mindset masyarakat tidak berubah dan berkembang, sehingga orang terus beriorentasi menjadi PNS dan enggan untuk mencari profesi lain misalnya berwirausaha.

Seperti yang pernah disampaikan oleh Basrizal Koto seorang pengusaha sukses putra Minang bahwa tingginya minat masyarakat sumbar melamar calon pegawai negeri sipil (CPNS) menurutnya suatu pertanda kalau jiwa saudagar (enterpreneurship) orang Minang hari ini sudah mulai luntur. Padahal sejak dari nenek moyang terdahulu spirit of enterpreneurship yang dimiliki masyarakat Minang telah mendapat pengakuan kuat dari kalangan masyarakat kalangan luas bahkan masyarakat internasional sekalipun.

Mengubah Paradigma
Benarkah ketika berprofesi sebagai PNS akan bisa menjamin kehidupan yang lebih layak? Atau sebaliknya benarkah tidak ada jaminan di hari tua ketika berprofesi selain PNS? Tuduhan yang disampaikan oleh orang yang berpikir seperti itu merupakan sesuatu hal yang salah kiranya, ini adalah suatu prasangka yang tidak benar. Penulis pikir jaminan di hari tua lebih bagus ketika kita berprofesi menjadi seorang enterpenuersif  ketimbang menjadi seorang PNS yang nota bene hanya sebagai pegawai rendahan. Jaminan di hari tua tergantung sejauh mana kita bisa memenej dengan baik masalah keungan.

Untuk menghadapi sempitnya peluang kerja menjadi PNS, apalagi ditambahn dengan adanya moratorium beberapa tahun kedepan sangat diharapkan sekali agar masyarakat bisa membangun suatu pola pikir yang mempunyai orientasi  (mindset oriented) yang jelas kedepan. Masyarakat harus bisa meruntuhkan semua budaya kolot, rendahan, fesimisme yang sudah mengakar kuat dalam kehidupan. Masyarakat harus lebih bisa berpikir kalau menjadi seorang enterpenuersif akan lebih baik dan pasti memberikan jaminan hidup kelak di hari tua.

Masyarakat harus menghilangkan mental blocking yang ada dalam diri. Dan sebaliknya harus menumbuhkan breaking the limit artinya kita harus menumbuhkan keyakinan dalam diri bahwa kesuksesan hidup bisa diraih tanpa harus melalui PNS.  Motivasi mempunyai pengaruh besar dalam melahirkan sebuah energi yang luar bisa tapi motivasi itu harus diiringi oleh rasa percaya yang tinggi.

Maka alangkah baiknya mulai sekarang kita harus membangun mindset enterpenuersif didalam jiwa, yaitu percaya diri, semangat, kerja keras, kreatif, inovatif, berani mengambil keputusan tidak takut gagal dan mampu membaca peluang. Kita harus berusaha mencoba bergelut dibidang lain, karena cukup banyak pekerjaan yang menjanjikan penghasilan asalkan kita mau bekerja keras, serius, tekun dan sungguh-sungguh, tapi kalau tekat hanya setengah-setegah atau ragu-ragu tidak akan memberikan hasil yang berarti. Alangkah baiknya jangan kita mau menjadi orang yang berpikir instant, tapi laluilah hidup ini dengan penuh perjuangan. Ketika kita yakin bisa sukses dalam bidang enterpreneurship, lalu untuk apa lagi kita harus berbondong-bondong menjadi PNS yang peluanganya jauh dari harapan? (*)

No comments:

Post a Comment