Sunday, February 26, 2012

Menjadi PNS Harus Bayar 25 juta

   "Menjadi PNS Harus Bayar 25 Juta"  Kata-kata tersebut menurut saya sudah menjamur dikalangan nasyarakat Indonesia ini, karena setiap orang yang ingin menjadi PNS (Pegawai Negri Sipil) dia harus merogoh kantong dulu agar diterima, walaupun judulnya tidak..!

   Karena iming-iming menjadi PNS akan mendapat "jaminan hari tua" , mereka beralasan seolah-olah masa depan "sudah aman dan nyaman" dengan menjadi PNS.jarang sekali bahkan hampir tidak pernah saya terdengar orang yang sama sekali tidak berminat menjadi PNS. 

    Menurut saya Begitulah memang seperti yang dikatakan 0leh para pebisnis “watak orang Indonesia, merasa terbuai dengan’kenyamanan’

    Namun menurut saya,saya sebagai Mahasiswa LP3I Bengkulu yang memenag dibekali untuk menciptakan lapangan kerja sendiri,,hal seperitu sangat salah sekali, karena untuk menjadi PNS kita harus  mengeluarkan uang dulu, mau cari uang kok bayar dulu....! apalagi jumlah uangnya tidak sedikit,contoh saja kita mengeluarkan uang 25 Juta untuk  masuk jadi PNS,apabila kita manfaatkan untuk modal usaha dengan sebaiknya pasti akan lebih menguntungkan daripada menjadi PNS, selain itu kita bisa menciptakan lapangan kerja baru untuk mengurangi pengangguran yang sudah mnejamur seperti yang kita alami sekarang,Tanpa harus nyogok kita bisa menghidupi diri dan keluarga ditambah itung-itung (kata orang jawa) kita bisa membantu orang lain untuk mencari penghidupan mereka.
   seperti artikel yang saya baca yang sumbernya antaralain:

sumber : http://suarasulut.com/2012/02/menjadi-pns-harus-bayar-25-juta/

AMURANG,Suarasulut-Menjadi seorang Pegawai Negeri SDipil(PNS),ternyata tidak segampang dengan apa yang di sampaikan oleh sekelompok orang,ataupun cerita masyarakat ,yang mengatakan masuk menjadi PNS hanya mengisi persyarat yang diminta oleh pemerintah,tetapi lain juga yang disampaikan oleh segelintir masyarakat,bahwa mau menjadi PNS harus mengeluarkan uang Rp 25.juta,itupun yang dikabarkan hanya satu orang.
Hal ini ketika warga Amurang,kepada wartawan situs ini,yang mengatakan untuk menjadi PNS dirinya yang harus mengeluarkan uang .Sehingga dirinya harus relah mengeluarkan uang demi menjadi seorang pegawai di pemkab Minsel.
“Saya hanya mendengar jika mau menjadi PNS harus membayar uang Rp.25 juta ,”ujar sumber resmi yang tidak mau namanya di korankan.
Sedangkan cerita yang disampaikan warga ini kepada wartawan Koran ini,di kelurahan Ranoiapo kecamatan Amurang telah beredar isyu .
“Memang telah beredar isyu bahwa harus membayar Rp 25 juta untuk menjadi PNS,apakah itu benar atau tidak yang penting isyu itu sudah beredar,”katanya.
Bupati Christiany Euginia Paruntu melalui Kepala Bagian Protokoler dan  Hubungan Masyarakat Alfons Sumenge,saat dikonfirmasi adanya isyu yang beredar dikalangan masyarakat ,mengatakan  ,isyu seperti itu tidak benar.”Itu tidak benar,sehingga apa yang dikatakan masyarakat ,bahwa pemkab memintah uang sebanyak itu,sekali lagi itu tidak benar,”kata Alfons.
Sedangkan untuk penerimaan pegawai  di Minsel,dengan penjagaannya sangat ketat,yang melibatkan banyak unsure.Kan pers juga salah satu yang mengawasi ,”ucapnya.
Kepala Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah(BKDD) kabupaten Minsel Jootje Dehoop,saat dikonfirmasi,memalui selular aktif tetapi  tidak ada jawaban.(tim suarasulut)

Saturday, February 25, 2012

Moratorium: Mengapa Harus Menjadi PNS?

Akhir-akhir ini perbincangan sepuratan Moratorium (penghentian sementara) penerimaan Pegawai Negeri Sipil (PNS) menjadi isu hangat diperbincangkan dikalangan masyarakat. Pemerintah secara resmi telah mengeluarkan surat keputusan bersama tiga menteri (SKB) pada 24/08 dan SKB ini berlaku sejak 1 September 2011 hingga 31 Desember 2012 (baca : Moratorium).
  Munculnya moratorium ini tak lain dan tak bukan adalah untuk menghemat biaya belanja negara, Karena APBN dan APBD ternyata selama ini banyak tersedot untuk perekrutan pegawai baru (birokrasi). Adanya kabar moratorium penerimaan PNS ini pun sepertinya bak petir disiang bolong mengejutkan publik di sentara nusantara ini, tak terkeculai para pencari kerja yang selama ini mengimpikan untuk menjadi PNS dan sekarang harus mengurungkan niatnya paling tidak untuk 2 tahun ini.  

Di satu sisi memang tidak bisa kita pungkiri bahwa animo masyarakat sangat tinggi untuk menjadi PNS. Setidaknya ini bisa kita lihat bahwa tidak adanya keseimbangan antara pelamar dengan formasi yang tersedia setiap dilakukannya rekrutmen. Namun walapun begitu tidak menyurutkan semangat kuat orang untuk terus ikut bersaing dalam memperebutkan kursi empuk PNS. Fenomena ini lah yang selalu membayangi ketika tes CPNS di buka oleh pemerintah.  Lantas mengapa demikian? Banyak orang mendambakan untuk bisa menjadi PNS?

Kultur Masyarakat
Tingginya minat orang untuk menjadi PNS di sebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, Bagi mereka yang berlomba menjadi abdi Negara tersebut berpikiran ketika berprofesi sebagai PNS maka hidup akan enak, menyenangkan dan ada jaminan hidup yang layak, selain itu juga ada jaminan hari tua sedangkan kalau berprofesi diluar itu dianggap tidak menjamin. Faktor tersebut membuat orang berbondong-bondong untuk melamar jadi PNS, bahkan rela menjadi tenaga honorer dengan harapan suatu saat diangkat menjadi PNS.  

Kedua, faktor buyada yang tumbuh dan berkembang didalam kehidupan masyarakat selama ini (culture societ)y, artinya di dalam kehidupan masyarakat ada anggapan bahwa menjadi PNS itu mempunyai prestise yang tinggi bila dibandingkan dengan menggeluti profesi yang lain, budaya seperti ini lah mengakar kuat didalam masyarakat kita hingga sekarang, apalagi pada masyarakat yang tinggal di daerah pedesaan.

Ketika menjadi PNS orang akan merasa sukses dalam hidup, merasa tinggi status sosialnya,  terhormat dan tersanjung di dalam masyarakat sekalipun orang itu hanya sebagai pegawai negeri rendahan dan gajinya juga pas-pasan. Sebaliknya orang akan menganggap rendah dan remeh serta gagal kalau profesi seseorang itu hanyalah sebagai tukang jual bubur atau gado-gado di emperan kaki lima, padahal sebenarnya pendapatannya lebih besar dari pada seorang pegawai negeri.

Kuatnya mindset yang terbentuk dengan anggapan status sosial PNS lebih tinggi bila dibandingkan dengan tukang jual bubur di emperan trotoar memperlihatkan kepada kita kalau masyarakat kita hari ini masih berkutat dalam cengkeraman budaya feodalismenya. Faktor tersebut membuat mindset masyarakat tidak berubah dan berkembang, sehingga orang terus beriorentasi menjadi PNS dan enggan untuk mencari profesi lain misalnya berwirausaha.

Seperti yang pernah disampaikan oleh Basrizal Koto seorang pengusaha sukses putra Minang bahwa tingginya minat masyarakat sumbar melamar calon pegawai negeri sipil (CPNS) menurutnya suatu pertanda kalau jiwa saudagar (enterpreneurship) orang Minang hari ini sudah mulai luntur. Padahal sejak dari nenek moyang terdahulu spirit of enterpreneurship yang dimiliki masyarakat Minang telah mendapat pengakuan kuat dari kalangan masyarakat kalangan luas bahkan masyarakat internasional sekalipun.

Mengubah Paradigma
Benarkah ketika berprofesi sebagai PNS akan bisa menjamin kehidupan yang lebih layak? Atau sebaliknya benarkah tidak ada jaminan di hari tua ketika berprofesi selain PNS? Tuduhan yang disampaikan oleh orang yang berpikir seperti itu merupakan sesuatu hal yang salah kiranya, ini adalah suatu prasangka yang tidak benar. Penulis pikir jaminan di hari tua lebih bagus ketika kita berprofesi menjadi seorang enterpenuersif  ketimbang menjadi seorang PNS yang nota bene hanya sebagai pegawai rendahan. Jaminan di hari tua tergantung sejauh mana kita bisa memenej dengan baik masalah keungan.

Untuk menghadapi sempitnya peluang kerja menjadi PNS, apalagi ditambahn dengan adanya moratorium beberapa tahun kedepan sangat diharapkan sekali agar masyarakat bisa membangun suatu pola pikir yang mempunyai orientasi  (mindset oriented) yang jelas kedepan. Masyarakat harus bisa meruntuhkan semua budaya kolot, rendahan, fesimisme yang sudah mengakar kuat dalam kehidupan. Masyarakat harus lebih bisa berpikir kalau menjadi seorang enterpenuersif akan lebih baik dan pasti memberikan jaminan hidup kelak di hari tua.

Masyarakat harus menghilangkan mental blocking yang ada dalam diri. Dan sebaliknya harus menumbuhkan breaking the limit artinya kita harus menumbuhkan keyakinan dalam diri bahwa kesuksesan hidup bisa diraih tanpa harus melalui PNS.  Motivasi mempunyai pengaruh besar dalam melahirkan sebuah energi yang luar bisa tapi motivasi itu harus diiringi oleh rasa percaya yang tinggi.

Maka alangkah baiknya mulai sekarang kita harus membangun mindset enterpenuersif didalam jiwa, yaitu percaya diri, semangat, kerja keras, kreatif, inovatif, berani mengambil keputusan tidak takut gagal dan mampu membaca peluang. Kita harus berusaha mencoba bergelut dibidang lain, karena cukup banyak pekerjaan yang menjanjikan penghasilan asalkan kita mau bekerja keras, serius, tekun dan sungguh-sungguh, tapi kalau tekat hanya setengah-setegah atau ragu-ragu tidak akan memberikan hasil yang berarti. Alangkah baiknya jangan kita mau menjadi orang yang berpikir instant, tapi laluilah hidup ini dengan penuh perjuangan. Ketika kita yakin bisa sukses dalam bidang enterpreneurship, lalu untuk apa lagi kita harus berbondong-bondong menjadi PNS yang peluanganya jauh dari harapan? (*)

Syahrial Yusuf, Pendiri LP3I`Orang Terampil tidak Menganggur`

   Sosok HM Syahrial Yusuf namanya melekat pada citra sukses Lembaga Pendidikan dan Pengem bangan Profesi Indonesia (LP3I). Pria asal Labuhan Batu, Sumatra Utara, ini adalah pemilik sekaligus pendiri LP3I yang menjadi pelopor pendidikan link and match antara dunia pendidikan dan usaha di Indonesia. Sebagain besar lulusannya mudah terserap dunia kerja. Menjelang shalat Jumat (13/2), wartawan Republika, Asep K Nur Zaman dan fotografer Amin Madani, mewawancarainya di kampus LP3I, Gedung Sentra Kramat, Senen, Jakarta Pusat:Apa di antara yang paling dibutuhkan rakyat Indonesia hari ini?Pendidikan yang berkualitas. Selama ini dunia pendidikan kita penuh eksperimen, yang semuanya salah kaprah dan kebijakannya fatamorgana. Tidak pernah pemerintah membuat kebijakan pendidikan yang radikal dan fundamental, yang mengakar terhadap masalah pembangunan Indonesia.Yang luput dari perhatian sistem pendidikan kita?Ada dua sumber daya alam dahsyat, namun tidak pernah kita gali dengan sistem pendidikan yang serius: kelautan dan pertanian. Berapa puluh juta hektare tanah menganggur yang dimiliki Indonesia. Berapa potensi laut yang hari ini engga diambil oleh kita, malah dicuri oleh negara lain. Ini karena konsep pembangunan dan pendidikan kita itu orientasinya model Benua Amerika yang laut dan hutannya sedikit. Mestinya pendidikan kita melahirkan sarjana yang 10 persennya ahli kelautan. Karena, dua pertiga wilayah kita berupa laut, kita cetak sarjana yang mencintai laut, hobi di laut. Tapi, tidak ada konsep pendidikan dan pengarahannya ke sana.Saya pergi dari desa dan menjadi sarjana ekonomi karena sistem yang terjadi. Kalau waktu itu ada tes masuk fakultas kelautan, diajari nangkap ikan, apalagi dapat beasiswa, mungkin saya masuk ke sana. Kemudian, saya jadi sarjana ahli nangkap ikan dan mengekspornya. Begitu juga pertanian. Insinyur pertanian kita mencontoh gaya-gaya ekonomi di sana (AS), sehingga tidak cinta dengan petani itu sendiri. Maka, ketika tamat menjadi insinyur pertanian, mereka tidak bertani ke desa.Mereka engga percaya diri, takut dibilang kampungan kalau pulang ke desa. Itu karena kita salah dalam dasar konsepsi pendidikan. Harus ada dong kurikulum yang membuat bangga menjadi insinyur pertanian. Sekarang ini sebaliknya, insinyur pertanian tidak bangga untuk menjadi petani. Padahal, mestinya dia bisa mengolah lahan pertanian dan lebih berhasil karena memiliki pengetahuan teknologi.Apa masalah besar dari desain pendidikan kita?Jelas ada dua orang yang salah. Pertama, presiden. Kedua, menteri pendidikan. Presiden yang kita banggakan, Pak Harto, mestinya menteri pendidikannya benar pada waktu itu. Pak Harto engga paham dengan masalah ini, mestinya menteri pendidikan yang paham. Tapi, yang diangkat sembarangan, tidak punya wawasan tentang desain pendidikan. Pak Daud Yusuf diangkat gara-gara kepentingan untuk membuat mahasiswa tidak ributribut dan demo. Lahirlah kebijakan depolitisasi mahasiswa. Sekarang, yang jadi menteri untuk ngapain? Mengamankan hura-hura politik.Kini lahir Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP). Pendapat Anda?Ini malah gendeng bin gendeng. Ada dua temen rektor saya terkejut. Saya tidak tahu persis angkanya, tapi bikin UU BHP biayanya disebut-sebut ratusan miliar rupiah. Buang-buang duit begitu buat apa? Seluruh Indonesia dibikin pusing. Kita (para rektor) lalu diajaklah rapat sosialisasi BHP, yaitu tentang apa itu BHP, bagaimana dampaknya terhadap bisnis pendidikan, dan seterusnya.Semua itu apa? Kulit dunia.

Faktor Penyebab Pengangguran

       Mendapat predikat lulusan terbaik dari suatu universitas bukan menjadi jaminan untuk bisa langsung bekerja. Indeks prestasi (IP) tinggi di atas 3,5 pun bukan jaminan bagi para sarjana segera mendapatkan pekerjaan. Mereka harus keluar masuk kantor mengantarkan lamaran dengan harapan ada lowongan pekerjaan untuk mereka. Malah, dengan alasan mencari pengalaman dulu, para sarjana itu rela bekerja apa saja meski bergaji kecil dan tidak sesuai dengan ilmu yang dipelajari. Dan yang jelas, mereka tidak ingin mendapat gelar baru, yakni ”sarjana pengangguran.” itulah sepatah laporan yang dipaparkan oleh sinar harapan.

sebenarnya apasih penyebab yang menimbulkan seseorang yang punya intelegensi tinggi juga tidak punya kesempatan untuk bekerja??? ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang tidak mendapat pekerjaan.

  1. Kurangnya informasi
  2. Tidak adanya sistem penerimaan publik
  3. Sulit menerapkan kepintarannya dalam dunia pekerjaan
Hal inilah yang paling besar pengaruhnya dalam dunia kerja sekarang ini, kurangnya informasi dapat menjadi faktor yang paling berpengaruh, hal ini diakibatkan keadaan lingkungan tempat tinggal yang tidak memungkinkan untuk terus meng update informasi tentang lowongan pekerjaan.

Selain itu faktor penerimaan yang bisa disebut "diam-diam" juga sangat berpengaruh, dimana sekarang banyak perusahaan yang mengutamakan standar Univesiti daripada standar keahlian masing-masing pelamar kerja.

Ada juga pengaruh sulitnya membedakan antara kuliah dengan kerja, ini disebakan pengalaman seorang tenaga kerja yang masih belum terasah, maka diperlukan sistem perkuliahan yang bisa mendukung keahlian seseorang dan dapat langsung diterapkan didunia kerja, tapi lagi-lagi pengaruh nama universitas besar tetap tidak dapat di kesampingkan.